sibuatAN
Mencium pilar Gunung Sibuatan. |
Oleh : Taring
Pertama mendakinya
bersama tiga kawAN
Koplor alias Beri
Waldayan
Awu alias JohAN
Kucirap alias SetiawAN
Dua pertama teman
sejurusAN
Yang ketiga Beri punya
kedAN
Dari medan naik mini bus
yang bersesak – sesakAN
Waktu tempuh sekitar 4
jam-AN
Setelah turun kami
lanjutkan dengan berjalAN
Melewati beberapa
pemukimAN
Penduduk melihat kami penuh
herAN
karena menyandang
carrier yang tidak ringAN
Kami yang dianggap
wisatawAN?
Atau orang yang tidak
ada kerjaAN?
Izinkan kami merasa gagah
dan menawAN
senja luntur dengan
perlahAN
di kaki gunung tenda
didirikAN
bermalam di samping
sumber irigasi pertaniAN
jangan risau air
kehabisAN
selain karena persediaAN
juga mengalir secara berlebihAN
bermalam di samping
kebun sayurAN
milik penduduk di
sekitar perkampungAN
jangan coba ambil tanpa
ada perizinAN
nanti bengkak perut dan
tangAN
bisa karena hantamAN
bisa juga karena kirimAN
melahap malam dengan
diskusi dan candaAN
selalu romantis di saat
makAN
karena di lalui dengan
kebersamaAN
meski dengan lauk yang
tidak mapAN
namun tetap
memperhatikan kesehatAN
apalagi mengutamakan
kelezatAN
esok pagi dimulai
penelusurAN
dari penduduk kami
mendapat sedikit arahAN
ketika mulai memasuki
jalur hutAN
kami semua belum
mengenal medAN
namun harus tetap berjiwa
pahlawAN
pantang menyerah dan
terus bertahAN
meski harus menerobos
hutan rotAN
yang membuat luka leher
dan lengAN
siap sedia juga bila ada
babi hutAN
ini gunung bukan
sembarangAN
masih banyak sejuta
misteri yang tersimpAN
jangan coba bersikap
asal – asalAN
apalagi bertingkah ugal
– ugalAN
belum banyak orang yang
melakukan kunjungAN
jalurnya saja masih
sulit kelihatAN
ekspedisi tidak kelar
dalam sehariAN
karena harus melewati
berbagai punggungAN
tebalnya lumut
menyelimuti pepohonAN
kehijauannya seperti
melewati dunia Peter PAN
tebalnya kabut mampu
menutupi pandangAN
turunnya suhu membuat
kami kedinginAN
akhirnya kami
melanjutnya perkemahAN
agar kami tidak
kemalamAN
dan terjebak dalam kegelapAN
meski di sekitar akar
yang muncul kepermukaAN
karena hanya di sini
cocok ditegakkAN
pagi disambut nyanyian
berbagai hewAN
kala mentari mulai
menuang kehangatAN
pendakian kembali kami
lanjutkAN
tak lupa diawali dengan
sarapAN
tenda biarlah
ditinggalkAN
agar tak banyak barang
bawa-AN
mencari puncak tak
semudah membalikkan telapak tangAN
apalagi harus melalui
sabana yang penuh hamparAN
tanpa sadar kami lebih
tinggi dari awAN
kami terpesona akan
penampakAN
menyaksikan karya
ciptaan TuhAN
luasnya Toba merayu
lidah melafazkan pujiAN
dengan Samosir yang
memperkaya keindahAN
tampak juga hutan –
hutan perawAN
semoga saja tidak hilang
kehormatAN
dari tangan – tangan setAN
yang diperbudak
keserakahAN
yang gemar menumpuk
kekayaAN
apalagi memanjakan
golongAN
kami terjebak dalam
keadaAN
antara jalur kiri dan
jalur kanAN
akhirnya kiri menjadi
pilihAN
semakin jauh melangkah
kedepAN
semakin tampak secercah
harapAN
hingga akhirnya pilar
pun ditemukAN
bertuliskan 191 dalam
pahatAN
2457 meter dari
permukaan lautAN
Selama mendaki kami
tidak pernah berpapasAN
Dengan orang yang
melakukan pendakiAN
Hanya kami berempat
dalam rombongAN
Disini kami mendapat
ketenangAN
Karena terasing dari
keramaiAN
Serasa gunung bukan
untuk dipublikasikAN
Batam, 13 April 2020, 11.26 WIB.
Lokasi kemah hari pertama di kaki Gunung Sibuatan. |
Hutan sabana di puncak Gunung Sibuatan. |
Dari kiri ke kanan; setiawan, beri, dan aku di pilar Gunung Sibuatan. |
Sarapan pagi di kaki gunung sibuatan. |
Lokasi kemah di antara kebun sawi dan saluran irigasi. |
Lokasi kemah hari kedua di hutan lumut sebelum puncak Gunung Sibuatan. |
Depan; beri, belakang (kiri - kanan); aku, johan, dan setiawan di puncak Gunung Sibuatan. |
Komentar
Posting Komentar