Rumah Panggung dari Era Kolonial di Batam

Dalam rangka praktek mata pelajaran Sejarah Peminatan, selaku laku guru mata pelajaran aku membawa siswa-siswiku berkunjung ke rumah panggung yang sudah dibangun sebelum Kota Batam berdiri dan Republik Indonesia merdeka (11/4/2022). Lokasinya berada di Kampung Tua Bakau Serip, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa.

Lokasi yang dikunjungi berjarak 1,5 km dari sekolah, bila ditempuh dengan berjalan kaki membutuhkan waktu 20 menit. Adapun tujuannya untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai materi “Respons Bangsa Indonesia terhadap Imperialisme dan Kolonialisme” khususnya di Pulau Batam, yaitu dengan menelusuri sumber lisan, tulisan, dan benda yang ditemui di lokasi.

Sumber lisan yang ditemui di lapangan yaitu M. Nurdin dan Kamisha, mereka bukanlah saksi penjajahan bangsa asing di negeri ini, namun almarhum H. Denri Mongsong yang merupakan saksi sejarah dan dianggap sebagai pendiri perkampungan masyarakat suku Bugis di tempat tersebut telah mewariskan pengalaman masa lampau yang pernah di alaminya lewat budaya lisan. H. Denri Mongsong wafat pada usia 101 tahun, yaitu sekitar 6 tahun yang lalu. M. Nurdin merupakan anak dari almarhum H. Denri Mongsong, sedang Kamisha merupakan menantu dari H. Denri Mongsong yang menikah dengan Sulaiman (Ketua RT 01).

Sumber bendanya ialah rumah panggung yang masih berdiri dan tampak berbeda dari rumah lain di sekelilingnya, posisiya sebelum gapura Pantai Bale Bale. Rumah ini dulunya lebih panjang ke arah belakang, namun karena sudah termakan usia hanya tinggal setengah dari awal keberadaannya. Kini atap rumah tersebut menggunakan seng, sebelumnya masih bertapkan daun sagu dan kelapa.

Sepengakuan Kamisha, rumah ini dulunya dihuni oleh H. Denri Mongsong, beliau pernah menolong 1 keluarga orang Inggris yang terdampar ke Bakau Serip, mereka menyelamatkan diri dari Singapura yang dulunya bernama Tumasek karena dikejar oleh tentara Jepang. Keluarga tersebut memohon dan berjanji kepada H. Denri Mongsong, bila mereka selamat maka akan dijamin kesejahteraan keturunannya. “Mereka disembunyikan di atas bukit, sekarang bukitnya sudah tidak ada lagi, sudah dijadikan lapangan golf Tering Bay” ungkap Nurdin. Keberadaan keluarga Inggris tersebut tercium oleh pasukan Jepang karena ada yang membocorkan rahasia tersebut, mereka di bawa ke laut lalu ditebas lehernya dengan samurai.

Sumber tulisan yang ditemui yaitu adanya surat kepemilikan lahan yang usianya lebih tua dari negeri ini. Kamisha mengatakan dalam surat tersebut tertulis tahun 1923, kala itu namanya Surat Tebas yaitu surat menyatakan diizinkannya pembukaan lahan, surat tersebut masih menggunakan huruf aksara melayu di masa lampau. “Kepualaun Riau dulunya dipimpin oleh seorang penghulu yaitu Raja Mahmud.” Ungkap istri Sulaiman.

Siswa-siswiku tampak antusias mendengarkan pejelasan dari beberapa narasumber, mereka juga aktif bertanya demi menggali data yang lebih banyak lagi. Ketika ditanya kenapa rumah panggung yang sudah berdiri sejak keberadaan Belanda dan Jepang di Nusantara tersebut tidak dijadikan cagar budaya, Nurdin memaparkan “Pemerintah terkaitnya sebenarnya sudah mengajukan agar rumah ini dijadikan cagar budaya, tapi kami sebagai ahli waris tidak mengizinkannya, karena ini merupakan warisan dan kenang-kenangan dari beliau, biarlah kami pribadi yang mengelolanya.”

Rumah dan perkampungan di sini begitu banyak merekam berbagai peristiwa di masa lampau. Selain yang sudah dipaparkan di atas, Nurdin mengatakan kalau tempat ini dulunya juga dijadikan pangkalan perang ketika peristiwa konfrontasi Indonesia Malaysia yang berlangsung sejak 1962 hingga 1966. Yang tida kalah menarik, tempat ini pernah dijadikan salah satu tempat pembuatan film “1965”yaitu film thriller sejarah yang diproduksi di Singapura, film yang disutradai Randy Ang dan Daniel Yun tersebut di produksi pada 30 Juli 2015 dalam rangka memperingati 50 tahun kemerdekaan Singapura.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendakian Gunung Pusuk Buhit

PMR Madya dan Wira Sekolah Kallista Mengikuti Pelantikan PMR Se-Kota Batam Tahun 2017

Penyampai Pesan Kematian